citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Di dalam proses interpretasi citra, penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti penting objek yang tergambar pada citra.
Interpretasi
citra memerlukan tiga rangkaian kegiatan, yaitu:
a. Deteksi.
Deteksi ialah pengamatan atas adanya suatu objek, misalnya pada gambar
permukiman terhadap objek yang bukan permukiman.
b. Identifikasi,
yaitu upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan
yang cukup. Sehubungan dengan contoh tersebut, maka berdasarkan warna dan
ronanya, objek yang tampak pada lahan permukiman tersebut disimpulkan sebagai
vegetasi.
c. Analisis.
Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut dengan cara mengukur,
menghitung menemukan jenis objek berdasarkan data hasil deteksi dan
identifikasi. Misalnya dengan perbedaan warna, sehingga dapat disimpulkan bahwa
objek tersebut memiliki vegetasi berupa pohon berdaun lebar sebab memiliki warna
merah jika dilihat dari citra jenis (Infra Red).
Untuk dapat melakukan intepretasi,
penafsiran memerlukan unsurunsur pengenalan pada objek atau gejala yang terekam
pada citra. Unsur-unsur pengenalan ini secara indivisual mampu secara kolektif
membimbing penafsiran kea rah yang benar. Unsure-unsur ini disebut unsure-unsur
interpretasi, dan meliputi 8 hal, yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, bayangan,
tekstur, pola, situs, dan asosiasi.
Rona
(tone) mengacu ke kecerahan objek
pada citra. Rona biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan (grey scale),
misalnya hitam/sanga gelap, agak gelap, cerah, sangat cerah/putih. Apabila
citra yang digunakan itu berwarna (color), meskipun penyebutannya masih
terkombinasi dengan rona, misalnya merah, hijau, biru coklat kekuningan, biru
kehijauan aak gelap, dan sebagainya.
Bentuk
(shape) sebagai unsur interpretasi
mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi, atau garis besar wujud obyek secara
indivisual. Bentuk beberapa obyek kadang-kadang begitu berbeda dari yang lain,
sehingga obyek tersebut dapat dikenali semata-mata dari bentuknya saja.
Ukuran
(size) obyek dalam foto harus
dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak
selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek.
Pola
(pattern) terkait dengan susunan
keruangan obyek. Pola biasanya terkait juga dengan adanya pegulangan bentuk
umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang digunakan
untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, tidak teratur, kurang teratur.
Namun kadang-kadang perlu digunakan istilah yang lebih eksprensif misalnya
melingkar, memanjang terputus-putus, konsentris, dan sebagainya.Situs (site) atau letak merupaan penjelasan tentang obyek relative terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali, dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji. Obyek dengan rona cerah, berbentuk silinder, ada bayangannya, dan tersusun dalam pola teratur dapat dikenali sebagai kilang minyak, apabila terleta di dekat perairan pantai.
Asosiasi (association) merupakan unsure yang memperhatikan keterkaitan anatar suatu obyek atau fenome dengan obyek atau fenomena lain, yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji. Misalnya pada foto udara skala besar dapat diilihat adanya bangunan berukuran lebih besar daripada rumah, mempunyai halaman terbuka, terletak ditepi jalan besar, dan terdapat kenampakan seperti tiang bendera (terlihat dengan adanya bayangan tiang) pada halaman tersebut. Bangunan ini dapar ditafsirkan sebagai bangunan kantor, berdasarkan asosiasi tiang bendera dengan kantor (terutama kantor pemerintahan).
Perlu diperhatikan bahwa dalam mengenali obyek, tidak semua unsure perlu digunakan secara bersama-sama. Ada beberapa jenis fenomena atau obyek yang dapat langsung dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja. Ada pula yang membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. Ada kecenderungan pengenalan obyek penutup/penggunaan lahan pada foto udara skala interpretasi seperti pada diskripsi, dibandingkan pengenalan bentuk lahan atau fisiografi pada citra skala sedang kecil dan pada liputan wilayah yang luas.
Daftar
Pustaka
Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis. InformatikaBandung: Bandung.Suryantoro, Agus. 2013. Penginderaan Jauh untuk Geografi.Penerbit Ombak: YogyakartaSoenarno,Sri Hartati. 2009. Penginderaan Jauh danPengenalan Sistem Informasi Geografis Untuk BidangIlmu Kebumian. Penerbit ITB: Bandung.Sutanto.1994. Penginderaan Jauh Jilid 2.Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Posting Komentar