Hewan sebagai komoditi perdagangan sudah dikenal sejak dahulu. Hal ini disebabkan karena setiap
wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan konsumsi binatang secara penuh. setiap wilayah mempunyai komoditas hewan unggulan tersendiri, sehingga memungkinkan antar wilayah untuk saling tukar-menukar komoditas hewan. misalnya di daerah perkotaan sulit dimungkinkan untuk dilakukan pengembang biakan hewan ternak, oleh karena itu perlu pasokan dari daerah lain, biasanya dari pedesaan.
wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan konsumsi binatang secara penuh. setiap wilayah mempunyai komoditas hewan unggulan tersendiri, sehingga memungkinkan antar wilayah untuk saling tukar-menukar komoditas hewan. misalnya di daerah perkotaan sulit dimungkinkan untuk dilakukan pengembang biakan hewan ternak, oleh karena itu perlu pasokan dari daerah lain, biasanya dari pedesaan.
Oleh
karena itu orang kota membeli hewan-hewan dari orang desa yang telah
memeliharanya. Hal ini menimbulkan profesi pedagang hewan yang tidak harus
memelihara, tetapi cukup membeli dan mengumpulkan hewan dari peternak kecil di
desa-desa dan setelah terkumpul cukup banyak lalu dijual ke kota.Bagi peternak
kecil keberadan pedagang hewan juga menguntungkan, karena kalau mereka hanya
menjual satu atau dua ekor hewan (misalnya ayam), maka keuntungannya habis
untuk biaya transportasi. Pedagang hewan dari desa biasanya mengantar hewan
dagangannya pagi-pagi sekali ke pasar di kota, disana sudah menunggu pedagang
pasar yang mengambil beberapa hewan untuk kemudian di jual langsung kepada
konsumen. Konsep diferensialsi areal (perbedaan wilayah) dalam geografi
diterapkan dalam proses hewan sebagai barang dagangan. Seseorang cukup
mengetahui perbedaan antar wilayah, khususnya dalam hal memproduksi hewan, maka
jadilah ia pedagang. Profesi pedagang hewan pada masanya cukup terhormat di kalangan
perdesaan (Jawa : blantik).
Pada
umumnya setiap kota mempunyai area khusus untuk pasar hewan. Paling tidak di
bagian belakang pasar umum, biasanya untuk perdagangan hewan. Ayam, bebek,
burung dara dijual dalam bentuk hidup. Sedangkan dalam bentuk daging menempati
los khusus bersama dengan daging sapi,kerbau,kambing dan babi. Juga berbagai
jenis ikan air tawar dan ikan laut. Untuk hewan besar seperti sapi,kerbau dan
kuda disediakan Pasar Hewan yang letaknya di pinggir kota.Pasar Hewan mempunyai
hari khusus yang diingat-ingat para pedagang. Hari khusus (pasaran) menjadikan
pasar hewan sangat ramai pedagang , pembeli dan hewan yang diperdagangkan.
Dalam penanggalan Jawa dikenal hari Pon, Wage, Kliwon, Paing dan Legi.
Pasar-pasar di Jawa menggunakan hari-hari itu sebagai puncak kegiatan jual beli
hewan.
Kadang
ada pasar khusus untuk menjual burung, bukan dikonsumsi dagingnya, tetapi untuk
dinikmati warna bulu, kemerduan suara, kepandaian meniru bunyi dan kecepatan
terbang. Burung-burung itu cukup terkenal dikalangan penggemar seperti burung
perkutut, jalak, kenari, merpati, nuri, beo , murai, cucak rowo dan masih
banyak lagi. Harganya pun sangat bervariasi, mulai dari yang sekedar ribuan
sampai jutaan rupiah. Hobi atau kesenangan terhadap hewan berakibat harga tidak
dapat ditentukan.
Hewan
sebagai barang dagangan akhirnya memang sangat bermanfaat bagi banyak orang,
selain pedagangnya sendiri tetapi jual bagi peternak kecil, penyedia angkutan
dan pedagang kecil di kota serta konsumen.
v
Dampak
negatif dari perdagangan satwa (hewan) adalah sebagai berikut :
1.)
Perdagangan ilegal satwa liar dan dilindungi
Perdagangan
hewan ada yang legal seperti diatas, dan ada pula yang ilegal karena hewan yang
diperdagangkan merupakan hewan yang langka dan dilindungi. Bahkan perdagangan
ilegal satwa langka di Indonesia ternyata semakin tak terkendali. Apalagi, di
ibukota sendiri ternyata memiliki beberapa pasar hewan ilegal yang tergolong
besar di Asia Tenggara. Perdagangan ilegal tersebut menyebabkan kerugian negara
yang mencapai Rp 9 triliun pertahun. Faktanya lagi, terdapat 1000 Nuri dan
Kakatua diselundupan dalam dan luar negeri setiap tahunnya. Burung dan primata
adalah satwa liar favorit dalam perdagangan gelap satwa liar hdup.
Perdagangan
ilegal satwa liar tidak hanya melalui pasar, namun juga melalui internet. Badan
internasional untuk kesejahteraan binatang, International Fund for Animal
Welfare, IFAW, mengatakan internet memudahkan orang untuk membeli binatang yang
dilindungi, mulai dari bayi singa sampai beruang salju melalui situs lelang,
ruang chat dan melalui iklan-iklan rahasia.
Sebagian
besar yang diperdagangkan adalah gading ilegal Afrika. Saat ini populasi
harimau juga turun dari sekitar 100.000 di awal abad 20 menjadi sekitar 3.600.
2.)
Penularan penyakit hewan kepada manusia
Perdagangan satwa liar ilegal dan kerusakan
hutan berpotensi memunculkan penularan penyakit yang bersumber dari binatang
kepada manusia. Penertiban perdagangan satwa liar dan konsvervasi hutan menjadi
penting. Habitat yang rusak membuat satwa liar keluar dari hutan dan bertemu
manusia. Hal itu memungkinkan penularan penyakit dari binatang kepada manusia
dan sebaliknya
Posting Komentar