Tri hita karana berasal dari bahasa Sansekerta: Tri (tiga), hita (semangat atau sejahtera) dan karana ( sebab atau lantaran). Jadi Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kebahagiaan.
Tri
Hita Karana, baik sebagai falsafah, sebagai konsep, maupun sebagai ajaran dalam
agama Hindu telah banyak dibicarakan baik oleh para ilmuwan, birokrat, anggota
dewan, tokoh tokoh adat dan agama, tidak terkecuali istilah ini juga sudah
populer di kalangan orang kebanyakan, seolah-olah istilah ini telah
mendarah-daging dan membudaya dalam kehidupan masyarakat Bali.
Tri
Hita Karana yang melekat erat dalam
kehidupan sehari-hari umat Hindu mengajarkan
bahwa kebahagiaan akan dapat dicapai dengan terwujudnya tiga keseimbangan,
yaitu keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan
manusia dengan lingkungannya. Ajaran
tentang kesimbangan hidup tersebut sangat penting artinya dalam kehidupan
manusia, baik untuk menata kehidupan sekarang maupun untuk menata kehidupan
yang akan datang. Ajaran keseimbangan hidup menuntun manusia agar memperoleh
kehidupan yang aman, damai dan sejahtera.
Terkait
dengan ketiga bentuk keseimbangan tersebut, Ida Pedanda Gede Made Gunung dalam
beberapa kali dharmawacananya menyebutkan bahwa keseimbangan hubungan manusia
dengan Tuhan harus diwujudkan dalam bentuk bakti, hubungan manusia
dengan manusia diwujudkan dalam bentuk tresna, dan hubungan manusia
dengan lingkungannya diwujudkan dalam bentuk asih.
Tri Hita Karana juga berarti tiga
hal (karana) yang menjadikan bahagia (hita). Tiga hal atau unsur tersebut
adalah Prajapati (Tuhan Yang Maha Esa), praja (manusia) dan alam lingkungan
manusia. Hubungan ketiganya ini dilandasi oleh Yadnya, sehingga menumbuhkan
keharmonisan hidup (parhyangan, pawongan, dan palemahan) (Sudjana Dhiyasa,
1998)
Posting Komentar